Rabu, 09 November 2011

BUDAYA ANTRI

BELAJAR BUDAYA ANTRI DARI LUAR NEGERI

“Queue is a line of people, cars, etc.waiting for something or to do something.”
Dewasa ini antri menjadi suatu hal yang sepertinya sulit sekali dilakukan oleh masyarakat di Indonesia. Antri yang dimaksud disini bukan hanya sekedar berjejer menunggu giliran untuk memperoleh atau untuk melakukan sesuatu(Oxford Dictionary), namun antri yang dimaksud juga harus menerapkan nilai-nilai dan prinsip antri itu sendiri. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa antri telah ada sejak zaman dahulu kala, dan biasanya berkembang di suatu daerah yang memiliki penduduk dengan tingkat intelegensi dan kemasyarakatan yang tinggi.
Yunani kuno misalnya, masyarakatnya selalu patuh pada norma antri dalam setiap kesempatan meskipun hal itu lebih dikarenakan kekuasaan raja yang memiliki kedudukan tinggi di hati rakyatnya. Contoh lain adalah dari artefak di pinggiran kota Roma, yang menunjukan bahwa pada zaman Romawi kuno antri telah menjadi budaya pada daerah itu. Dapat dilihat bahwa orang berbondong-bondong dengan rapi saat akan menyaksikan pertunjukan di Collosseum. Masih banyak bukti yang menunjukkan bahwa antri telah ada sejak zaman kuno, utamanya di daerah Eropa.
Oleh masyarakat barat, budaya antri seperti telah benar-benar mendarah daging. Budaya antri tersebut menurut kami mempengaruhi atau berhubungan dengan kemajuan pola pikir masyarakat pelaku budaya antri tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat yang baik dalam menjalankan antri maka baik pula pola pikir dan kehidupan sosialnya. Bangsa yang baik dalam menjalankan antri maka baik pula pola pikir dan kehidupan sosial bangsa tersebut.
Budaya antri orang barat, termasuk Amerika Serikat, yang luar biasa telah membuat banyak bangsa lain kagum. Salah satunya adalah bangsa Jepang. Bangsa Jepang yang dahulunya merupakan negara kekaisaran yang sangat menjunjung tinggi budaya mereka kini dipandang lain oleh negara-negara dunia. Bangsa Jepang dinilai memiliki kemajuan teknologi yang sangat luar biasa dan kehidupan sosial yang baik. Begitu pula dengan budaya antri mereka.
Masih tergambar jelas dalam ingatan ketika gempa melanda negara Jepang dan mengakibatkan kerusakan yang sangat parah di berbagai sudut kota. Ketika itulah Jepang juga secara tidak langsung menunjukkan kebesarannya sebagai sebuah bangsa. Yang pertama dari aspek perbaikan di berbagai sektor, banyak sekali beredar gambar jembatan roboh, jalanan retak, dan runtuhan gedung berceceran di dimana-mana, hanya dalam beberapa jam saja sudah kembali seperti semula. Yang kedua dari aspek moral masyarakatnya, yang ketika rumah-rumah dan supermarket roboh sama sekali tidak ada penjarahan dan nyaris tidak ada tindakan kriminal ( hal ini tentu saja bertentangan dengan moral bangsa kita ). Dan tentu saja budaya antri yang sangat luar biasa ditunjukkan ketika pembagian bantuan dan jatah makanan. Semua rakyatnya seakan memiliki pemikiran dan pandangan yang sama tentang antri, sehingga pembagian bantuan berlangsung tertib dan memudahkan petugas.
Segala keunggulan bangsa Jepang saya rasa tidak lepas baiknya budaya antri mereka. Hal inilah yang menjadi masalah besar bagi kita bangsa Indonesia. Bukankah seharusnya kita iri melihat bangsa Jepang yang notabene merupakan bangsa Timur seperti kita, mampu membuat kagum dunia dengan budaya antrinya. Yang menjadi kebingungan bagi kita mungkin adalah melihat bangsa-bangsa barat, juga bangsa Jepang, mampu memelihara budaya antri dengan sangat bagus padahal kebanyakan dari mereka bahkan tidak memiliki keyakinan/atheis.
Beberapa dari mereka tidak taat menjalankan agamanya, bahkan juga banyak melakukan kejahatan kriminalitas, khususnya tindakan asusila. Banyak remaja mereka yang tidak asing lagi dengan minuman beralkohol maupun obat-obatan terlarang. Namun terlepas dari itu semua, mereka berhasil menanamkan jiwa sosial dan keunggulan pola pikir dan terlihat dari budaya antri mereka.

BUDAYA ANTRI DI NEGARA KITA
Marilah kita melihat sejenak ke bangsa kita. Sudahkah kita menerapkan budaya antri yang baik? Saya rasa semua sepakat menjawab: Belum. Banyak sekali contoh yang memperlihatkan kebobrokan budaya antri kita. Contoh yang paling sering kita jumpai dan hampir ada setiap tahun adalah ketika hari Idul Adha ketika pembagian jatah hewan kurban. Selalu dan tidak pernah tidak terjadi kericuhan. Akibatnya banyak warga yang terluka dan bahkan tidak jarang ada yang tewas. Contoh paling anyar adalah ketika antri tiket final sepakbola SEA Games 2011 yang terjadi kericuhan hingga menyebabkan korban tewas 2 orang karena terinjak-injak.
Budaya antri di Indonesia seperti sebuah kebalikan dari budaya antri di luar negeri, khususnya bangsa barat dan bangsa Jepang. Di negara kita tercinta ini, kecurangan dan egoisme seperti sudah mendarah daging. Dapat kita ambil contoh di kehidupan sehari-hari, ketika di pasar misalnya, ketika kita membeli sayuran kemudian ada ibu-ibu yang menerobos sambil menjulurkan uangnya kepada penjual, dan biasanya sambil berkata, “Tulung diselakne dhisik” atau dalam bahasa Indonesia-nya, “Tolong didahulukan”.
Hal semacam ini telah mengakar kuat pada warga Indonesia. Contoh yang saya berikan diatas adalah contoh cara paling sopan menerobos antrian. Bisa dibayangkan betapa bobroknya budaya antri yang kita miliki. Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa seolah-olah mereka(orang yang suka menerobos antrian) bangga dengan “kemampuan” yang mereka miliki. Bahkan tidak sedikit pula yang mengajarkan cara-cara menerobos dan mengacaukan antrian kepada anak-anak mereka.
Padahal menurut kami budaya antri adalah budaya yang semestinya dijunjung tinggi oleh setiap individu, setiap lapisan masyarakat di suatu negara. Andai saja mereka paham dan mengetahui bahwa prinsip-prinsip budaya antri dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat memberikan efek yang luar biasa positif bagi suatu bangsa.
Budaya antri yang telah mengakar tentu memiliki nilai yang sangat berharga, oleh karena itu besar harapan kami agar bangsa ini mampu mengubah ke-iri-annya dan kekagumannya terhadap bangsa barat menjadi sebuah cambuk dan motivasi untuk menerapkan dan menjalankan prinsip budaya antri di kehidupan sehari-hari. Dengan ditandai tertibnya antri dan bebas dari kericuhan maka Indonesia akan dipandang sebagai negara yang tahu norma dan memiliki kebersamaan serta sosial yang besar.
Memang tidak mudah untuk mengajak masyarakat dan mengubah pola pikirnya terhadap budaya antri, khususnya di Indonesia. Mereka terlanjur beranggapan negatif terhadap kata ANTRI. Kebanyakan mereka berpendapat bahwa antri adalah hal yang tidak mengenakkan, membosankan dan membuang-buang waktu. Memang mereka ada benarnya juga karena hal-hal itulah yang juga akan kita temui dalam antrian.
Namun disini poin utamanya adalah sikap kita dalam menghadapi problem-problem dalam antrian itu. Bagaimana kita mengatur pikiran, mengendalikan emosi, dan memakai kecerdasan untuk menempatkan diri sesuai dengan tempatnya. Hal-hal inilah yang menunjang nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam antri.

ASPEK-ASPEK BUDAYA ANTRI
Terdapat alasan yang kuat mengapa budaya antri yang baik di negara-negara maju, khususnya negara barat dan Jepang dapat membuat kagum bangsa lain. Hal itu dikarenakan tidak lain karena terdapat aspek-aspek istimewa yang terkandung dalam budaya antri tersebut. Aspek-aspek dalam budaya antri tersebut menunjang kemajuan pola pikir dan kemajuan kehidupan sosial masyarakat suatu bangsa.
Dalam budaya antri mengandung aspek kedisiplinan. Tentu saja dalam antri kita dituntut bersikap disiplin. Tidak ragu terhadap keputusannya dan mantap menjalani antrian. Aspek kedisiplinan juga ditunjang dengan aspek tanggung jawab. Artinya orang antri harus dapat mempertanggungjawabkan posisinya. Mampu mempertahankan posisi dan berusaha keluar dari pengaruh buruk yang dapat sewaktu-waktu terjadi. Selain kedisiplinan dan tanggung jawab, budaya antri juga mengajari kita menjadi dewasa.
Dewasa dalam arti kita dibimbing untuk berpikir bahwa masalah tidak benar-benar selesai dengan jalan curang. Kita dipaksa berpikir dewasa bahwa dengan sedikit menunggu dan sedikit belajar, pasti akan datang juga waktunya bagi kita. Dengan kata lain, belajar menjadi dewasa sama dengan memajukan pola pikir dan intelegensi. Dengan budaya antri kita dapat memahami bahwa dengan menyatukan pola pikir maka kita akan dapat membangun pondasi yang kuat untuk Indonesia yang sejahtera.
Selain itu aspek yang lainnya adalah respek. Dalam budaya antri kita diajari untuk toleransi terhadap yang lainnya. Kita harus belajar respek. Dengan adanya respek maka akan muncul perasaan iba dengan penderitaan orang lain. Dengan toleransi maka akan tumbuh perasaan saling memahami bahwa semua dihadapkan dalam kondisi yang sama. Dengan respek pula kita dapat menilai bahwa dengan antrian yang baik maka proses menggapai tujuan akan berjalan lancar.
Apabila membicarakan budaya antri maka terasa kurang apabila tidak membahas kesabaran. Antri sangat erat kaitannya dengan kesabaran. Orang yang tidak mau antri maka dapat dikatakan dia orang yang tidak sabar. Dalam hal ini tidak sabar dapat disebabkan oleh berbagai alasan, mungkin karena situasi pikiran yang kondusif, namun bisa juga karena memang sedang dikejar-kejar waktu dan dalam jadwal yang padat.
Namun yang pasti orang-orang semacam itu tidak dapat mengendalikan pikiran dan emosinya sehingga mendapat kesan selalu terburu-buru. Dan orang seperti adalah orang yang paling tidak suka melakukan budaya antri. Dan akibatnya akan timbul pemikiran-pemikiran jahat dan menyebabkan kerusakan-kerusakan barisan antrian dan lain sebagainya.
Banyak sekali aspek atau nilai yang dapat kita ambil dari budaya antri. Namun nilai utama dan yang paling utama adalah bahwa budaya antri mengajari kita tentang PERSAMAAN. Budaya antri tidak mengenal gender, jabatan, agama, ras atau warna kulit. Budaya antri membuka mata kita bahwa semua orang itu sama, memiliki hak dan kewajiban untuk memperoleh sesuatu, tidak peduli latar belakangnya. Sikap menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi persamaan inilah yang sangat jarang kita temui di negeri tercinta ini.
Di Indonesia masih banyak orang gila akan harta, gila akan jabatan, gila akan kesenangan dunia yang lain. Mereka lupa dan mengabaikan orang-orang di sekelilingnya, bahwa orang-orang itu juga memiliki hak yang sama meskipun tidak memiliki kesempatan yang sama. Mereka seakan-akan menganggap kasta itu bagian penting dalam kehidupan. Sehingga mereka, orang Indonesia, memuja-muja jabatan.
Mencari segala cara agar dapat mendapatkan jabatan yang tinggi. Itu semua dikarenakan timpangnya budaya antri di Indonesia. Mereka menganggap rendah lain, dan berpikir bahwa dengan jabatan yang tinggi dapat memperoleh apa yang diinginkan lebih mudah daripada orang lain.


Selain mengajari kita pentingnya memahami persamaan, budaya antri mengajari kita STEP BY STEP. Artinya bahwa dengan antri kita dapat memahami bahwa untuk menggapai sebuah tujuan tidak bisa secara instan.
“Kita bangsa Indonesia itu punya sifat penerobos, maunya cepat.”Mochtar Lubis.
Dalam sebuah antrian ada orang yang berada didepan dan juga berada di belakang. Dalam hidup kita harus melalui rintangan demi rintangan, sedikit demi sedikit, dan dengan kesabaran dan ketekunan yang baik maka kita akan dapat meraih tujuan yang kita inginkan. Namun jangan lupa bahwa ada orang dibelakang kita. Artinya bahwa ada orang yang memiliki hak yang sama namun belum memperoleh kesempatan yang sama dengan kita. Jadi dalam budaya antri kita diajari bahwa perjalanan kehidupan adalah sebuah proses step by step, bit by bit and little by little.

MARILAH BUDAYAKAN ANTRI
Perlu adanya kesepakatan bersama dalam membudayakan antri di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Perlu sosok atau sekelompok yang punya pengaruh kuat di setiap lapisan masyarakat utamanya lapisan bawah untuk melestarikan budaya antri di lingkungan masyarakat. Mengingat sangat sulitnya menyadarkan seseorang terhadap sesuatu yang telah mengakar dan tertanam dalam di dalam pola pikir manusia, maka kami menyimpulkan bahwa untuk melestarikan budaya antri di Indonesia seperti halnya di negara Barat sangat sulit sehingga tidak dapat secara instan. Hal ini dalam dilakukan bertahap dan tidak terburu-buru asalkan sesuai dengan tujuan.
Dalam menggerakkan budaya antri, peran pendidik maupun calon-calon pendidik dapat dimaksimalkan mengingat masa depan bangsa Indonesia juga sangat dipengaruhi kualitas pendidik di negara ini. Pendidik harus menanamkan budaya antri dalam dirinya terlebih dahulu sebelum menanamkan budaya antri pada peserta didiknya. Dengan memberikan contoh tindakan yang nyata maka akan sangat efektif memberikan pengajaran pada peserta didik pentingnya memiliki aspek-aspek budaya antri.
Queuing culture has become one of the strengths of the western nations and Japan. Therefore, it is important to us as Indonesian people, to imitate and promote the culture of the queue. Culture of queuing contains a very positive value for the social life of a nation. One of them is to teach us about the importance of living in an EQUALITY. In addition, the culture of queuing also gives us a philosophy of life, that in order to achieve a success it must be step by step, can not instantaneously.
To bring the culture of queuing up to Indonesia then need some way. One is through a person or group who has a strong influence in society. This can be achieved through the educators in Indonesia. They are responsible for the nation's future. But the best way is to improve yourself. Culture of queuing has many benefits for human progress, because of it, let's start from now to civilize the queuing.

2 komentar:

  1. Pengalaman pribadi mengatakan bahwa hampir 90% orang yang tidak betah antri adalah kaum ibu2

    BalasHapus
  2. artikel menarik,,
    untuk merapikan pengunjung yg antri bisa menggunakan tiang antrian
    atau kunjungi kami di :
    BMB Groups.com

    BalasHapus